Rabu, 21 Maret 2012

makalah CIQ



TUGAS MAKALAH

“Tentang custom immigration quarantine ( CIQ )”

                                               
Disusun oleh :
                                                           IBNU ARIF A
MTU A (092029)




SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN AVIASI
JAKARTA 2011


PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG

Dalam   materi   perkuliahan Custom   Immigration   Quarantine   / Bea Cukai, Imgrasi, Karantina ( CIQ ) Makalah ini dibuat agar penulis dapat memahami pengertian dan  segala sesuatu yang  bersangkutan   dalam  Custom   Immigration Quarantine  (  CIQ  ) .  Dewasa  ini ,  di  negeri   kita   ini    sangat     sering    terjadi berbagai    pelanggaran   yang   terjadi  ,   mulai   dari   pelanggaran   yang   kecil  ,  hingga   merambah kepelanggaran  yang   besar.  Berbagi   pelanggaran  dilakukan oleh semua   kalangan   atau   lapisan   masyarakat   tanpa   terkecuali  ,   Termasuk   di   dalam  sektor  pariwisata . Di  dalam sektor   pariwisata   sering   kita   jumpai pelanggaran   yang   terjadi   seperti   pelanggaran   yang   dilakukan   oleh   para pelaku   pariwisata, pelanggaran seperti   penyelundupan   manusia   melalui   udara    ( migrasi ilegal ) (tidak sesuai dengan pertaturan perundang-undangan) pariwisata,   pelanggaran HAM,   dan masih banyak lagi,pelanggaran - pelanggaran lainnya. Apakah semua pelaku yang bergerak dalam dunia pariwisata di negeri ini melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut?. KERAGKA KONSEP  :  Kerangka   konsep   pokok   permaslahan   ini meliputi   apa   yang   dimaksudkan  diatas  yaitu  : CIQ (  Custom  Immigration Quarantine / Bea Cukai, Imigrasi, Karantina)
Bagi para penumpang pada penerbangan internasional dalam rangka kegiatan wisata atau perjalanan dari dan keluar negeri dipastikan melalui proses  pemeriksaan  petugas Bea&Cukai,Imigrasi dan Karantina yang dikenal dengan sebutan CIQ( Custom,Immigration,Quarantine ),yaitu lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur, mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang–barang dan yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan.Dokumen perjalanan tersebut mahluk hidup lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) ini wajib dilaksanakan karena merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara antaralain:
• Paspor (dokumen perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah suatu negara)
• Visa (ijin memasuki wlayah negara lain)
·  Exit / Reentry Permit (ijin meninggalkan / kembali lagi)
·   Surat Keterangan Sehat (health certificate)
Penerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan Negara lainnya tentunya tidak sama.

TUJUAN PENULISAN :
1. Untuk memenuhi tugas Custom immigration Quarantine ( CIQ ).
2. Memahami tentang CIQ.
3. Menguasai pengetahuan yang lebih luas tentang CIQ.
4. Memberikan informasi tentang CIQ.

C I Q
(Custom Immigration Quarantine/Bea Cukai, Imigrasi, Karantina)
Bagi para penumpang pada penerbangan     internasional   dalam   rangka   kegiatan   wisata    atau perjalanan  dari  dan  ke  luar   negeri   dipastikan  melalui   proses   pemeriksaan    petugas    Bea    &   Cukai, Imigrasi   dan Karantina yang dikenal dengan sebutan CIQ (Custom, Immigration, Quarantine), yaitu   lembaga   pemerintahan   yang   bertugas mengatur, mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar   masuknya  manusia,  barang -barang   dan  mahluk hidup lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.
Proses   pemeriksaan   dokumen   perjalanan  (document  clearance)  ini  wajib  dilaksanakan   karena merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara   yang   akan  ditinggalkan atau Negara yang akan dikunjungi maupun Negara yang  dilalui oleh  penumpang   bersangkutan.  Dokumen perjalanan tersebut antara lain:
Dokumen perjalanan tersebut antara lain:
• Paspor (dokumen perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah suatu negara)
• Visa (ijin memasuki wlayah negara lain)
• Exit / Reentry Permit (ijin meninggalkan / kembali lagi)
• Surat Keterangan Sehat (health certificate)
Penerapan peraturan dan  ketentuan CIQ  antara  Negara satu dengan Negara lainnya tentunya tidak sama.

1. Bea Cukai (Customs)

Untuk   mengatur   mengawasi   serta   mengamankan  keluar  masuknya   barang  impor  dan  ekspor dilaksanakan oleh petugas Bea Cukai (Ditjen Bea Dan Cukai). Di  Bandar  udara   Internasional   secara umum dikatakan bahwa tugas Dijen. Bea dan Cukai selain melaksanakan pemungutan bea cukai juga mencegah dan   pemberantasan  penyelundupan  serta  mengawasi masuknya orang asing tanpa ijin. Dalam rangka memberi kemudahan, kelancaran dalam pelayanan proses pemeriksaan Bea dan Cukai di Bandar Udara dibuat suatu sistim pelayanan penumpang dengan memakai “Jalur Hijau” dan “Jalur Merah”  sehingga dapat  menciptakan  rasa senang bagi para penumpang yang melaksanakan proses pemeriksaan.

• Jalur   Hijau  (  Green   Channels  )  Adalah   jalur   yang   disediakan   bagi   penumpang datang  /  berangkat   yang   berdasarkan   ketentuan   tidak   diwajibkan     memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea & Cukai.

• Jalur    Merah  (  Red  Channels   )  Adalah   jalur    yang    disediakan     bagi    penumpang   datang     /    berangkat     yang      berdasarkan   ketentuan    diwajibkan     memberitahukan    barang bawaannya kepada petugas Bea & Cukai.

• Fiskal  Luar   Negeri   Sebagaimana   kita   ketahui   bahwa   aturan   mengenai   Fiskal   Luar   Negeri   sejak   1   Januari   2009   telah   mengalami   perubahan   dimana    TIDAK SEMUA   orang   yang    ke   luar   negeri   harus bayar Fiskal Luar Negeri. Berikut adalah tata cara  mendapatkan  pembebasan  Fiskal  Luar  Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 1/PJ/2009 Tentang Tata Cara Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Cara Pembayaran, Pengecualian dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri :

o Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang memiliki NPWP
Wajib Pajak atau penumpang tujuan Luar Negeri menyerahkan fotocopy Kartu NPWP/SKT/SKTS, fotocopy paspor dan boarding pass ke petugas UPFLN.

o    Wajib    Pajak     lainnya    yang     dikecualikan     Dibebaskan     secara       langsung .  Dibebaskan melalui penerbitan SK BFLN.

o Wajib Pajak yang Wajib Bayar Fiskal Luar Negeri, adalah :
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah beruasia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN . Termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud di atas adalah istri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak sebagaiman dimaksud di atas dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan hukum yang berlaku.
o   Besarnya    Fiskal    Luar   Negeri   (   FLN  )   Besarnya    FLN    yang    wajib    dibayar    oleh   Wajib   Pajak    orang   pribadi   dalam    negeri   sebagaimana    dimaksud    dalam   Pasal   2   adalah  :  Rp. 2.500.000  ( dua   juta   lima   ratus   ribu   rupiah  )   untuk    setiap   orang setiap  kali  bertolak ke  luar  negeri  dengan menggunakan pesawat udara.
 Rp .  1.000.000  (  satu   juta  rupiah  )   untuk    setiap    orang    setiap   kali   bertolak  ke luar negeri dengan menggunakan angkutan laut.
o Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN)
Pelunasan FLN harus dilakukan di:
 Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima pembayaran FLN.
UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran
 Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak


PENGANTAR KEPABEANAN
Dalam materi ini dibahas mengenai prinsip-prinsip dasar dan ketentuan
umum tentang impor dan ekspor.

1) Latar belakang
Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya
sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional,
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu
1) Menjelaskan latar belakang , aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur
didalam Undang-undang Kepabeanan :
2) Menjelaskan terminologi yang selalu digunakan didalam segala ketentuan
kepabeanan ;.
3) Menjelaskan ketentuan dasar tentang impor dan ekspor
4) Menjawab pertanyaan tentang ketentuan umum kepabeanan


Undang-Undang Pabean
DTSD Kepabeanan dan Cukai 5
bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak
kemerdekaan Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk
sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun
1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882
Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910
Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undangundang
Dasar 1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan
tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan
pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak
mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan
penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu
dilakukan pembaruan.
Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang didalamnya terkandung asas
keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan
Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran
serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea
Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari
hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat,
kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang
optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju
pembangunan nasional. Produk perundang-undangan yang lahir disetelah
kemerdekaan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
yang mulai diberlakukan secara penuh pada tanggal 1 Maret 1997. Karena
adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat maka sebelas tahun kemudian
Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan.

2) Aspek-aspek Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan aspek-aspek :

Undang-Undang Pabean
DTSD Kepabeanan dan Cukai 6
a. keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada
masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan terhadap mereka
diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama;

b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat pertumbuhan
perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas Tempat
Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk atas impor mesin dan
bahan baku dalam rangka ekspor, dan pemberian persetujuan impor
barang sebelum pelunasan Bea Masuk dilakukan;

c. netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga distorsi yang
mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari;

d. kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi kepabeanan dapat
dilaksanakan lebih tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh
anggota masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya
administrasi dapat ditekan serendah mungkin;

e. kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam Undangundang
ini telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensial, dan
fleksibilitas dari penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan
penerimaan negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan
pembiayaan pembangunan nasional;

f. penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini ditaati;

g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam Undang-undang ini
diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia, dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak
berdaulat yaitu, diperairan pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah,
zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan selat
yang digunakan untuk pelayaran internasional;

h. Praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam persetujuan
perdagangan internasional.

3) Hal-hal baru didalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan
Undang-undang Kepabeanan baru produk setelah kemerdekaan mengatur
hal-hal baru yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan perundangundangan
peninggalan pemerintah kolonial yang digantikannya, antara lain
ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, pengendalian
impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual,
pembukuan, sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding.
Selain daripada itu untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang,
orang, dan dokumen agar menjadi semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur
pula antara lain:
a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;
b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan
antar komputer);
c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya
dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan
perusahaan;
d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab atas Bea Masuk
melalui sistem menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang
(self assessment), dengan tatap memperhatikan pelaksanaan ketentuan
larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor barang,
seperti barang pornografi, narkotika, uang palsu, dan senjata api.

4) Latar belakang perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa UU No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006. Terdapat 52 pasal
yang diubah dan 36 pasal yang ditambah. Terdapat pula 14 pasal yang dihapus,
yang sebagian besar adalah ketentuan untuk menghindari kekosongan hukum.
Latar belakang diubahnya UU Kepabeanan dapat diuraikan sebagai
berikut:

a. Adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat agar :
i. Memberikan fasilitasi dan perlindungan perdagangan dan industri.
Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menuntut
pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dapat
memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas berupa
pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah, contohnya jalur
prioritas, perluasan fasilitas penangguhan bea masuk, safe guard tariff,
sehingga dapat menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam negeri
maupun luar negeri.

ii. Mempertegas ketentuan mengenai pidana untuk menangkal
penyelundupan.
Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU No. 10
Tahun 1995 kurang tegas, sehingga susah menjerat pelanggar kepabeanan
dengan pidana penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah
satu kewajiban pabean saja walaupun tidak sepenuhnya , tidak lagi
dianggap sebagai penyelundupan . Hal tersebut dianggap kurang
memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu
untuk merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana penyelundupan.

iii. Memperberat sanksi terhadap pelanggaran kepabeanan untuk
menimbulkan efek jera .
Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran kepabeanan
yang terjadi karena masih ringannya sanksi yang diatur didalam UU No. 10
Tahun 1995, maka untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran
kepabeanan, perlu ditetapkan pemberatan sanksi berupa denda, serta
memberlakukan sanksi pidana minimal dan maksimal.

iv. Memberikan kewenangan kepada Direktorat jenderal Bea dan Cukai untuk
mengawasi pengangkutan atas Barang Tertentu dalam Daerah Pabean.
Salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
diamanatkan dalam undang-undang No. 10 Tahun 1995 adalah
pengawasan atas lalu lintas barang impor dan ekspor. Dalam
perkembangannya muncul keinginan masyarakat tentang perlunya
pengawasan atas lalu lintas barang tertentu dalam Daerah Pabean dengan
tujuan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam melalui praktek
penyelundupan barang tertentu dengan modus operandi antar pulau ,
antara lain :
- barang-barang strategis berupa kebutuhan pokok, seperti : gula, beras,
tepung terigu dan sebagainya ;
- barang-barang yang dilarang atau dibatasi , seperti : kayu gelondongan,
flora dan fauna, barang purbakala dan lain-lain ;
- barang-barang yang dikenai pungutan ekspor ;
- barang-barang yang disubsidi oleh Pemerintah seperti bahan bakar
minyak dan pupuk.

v. Kesetaraan pengenaan sanksi bagi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang turut serta dalam pelanggaran kepabeanan.
UU No. 10 tahun 1995 tidak mengatur secara eksplisit mengenai sanksi
untuk pegawai yang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan
kegiatan yang merugikan Negara. Demi terciptanya azas kesetaraan hukum
maka dipandang perlu untuk mengatur secara khusus untuk pegawai bead
an cukai.


b. Menyesuaikan dengan perjanjian dan konvensi Internasional .
- World Trade Organization ( Safeguard Tariff, Hirarkhi Penetapan Nilai
Pabean) ;
- Revised Kyoto Convention ( Bea Keluar, Penangkutan Barang Tertentu,
Pemeriksaan Pabean, Free Trade Zone , Kawasan Berikat ) ;
- Arusha Declaration ‘Declaration of the Customs Cooperation Council
Concerning Good Governance And Integrity In Customs’ (Kode Etik
Pegawai );
- Nairoby Convention ‘ International Convention On Mutual Adminstratif
Assistance For Preventioan, Investigation anad Repression of Customs
Offences’ ( Larangan dan Pembatasan, Pemberantasan penyelundupan).

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR KETENTUAN KEPABEANAN
Dalam materi ini dibahas mengenai pengertian-pengertian kepabeanan, dan
ketentuan umum impor dan ekspor.

1) Terminologi
Didalam Undang-undang Pabean dikenal adanya beberapa terminologi
sebagai berikut :
  1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.
  2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayahdarat, perairan  dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang ini.
  3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalulintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
  5. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu-lintas impor dan ekspor.
  6. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini.
  7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
  8.  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan
fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.
  1.  Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-undang ini.
      J.    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
      k.   Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
      l.    Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
     m.   Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini yang
dikenakan terhadap barang yang diimpor.
      n.   Bea Keluar adalah pungutan Negara berdasarkan undang-undang ini yang
dikenakan terhadap barang ekspor.
      o.   Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk
menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
      p.   Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang
memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang
dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
      q.   Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di
Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang
yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan
Undang-undang ini.
     r.     Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi tehnis terkait
sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi.
     s.     Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku,
catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang
berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang
dalm rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang kepabeanan.
     t.     Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau keluar.


2) Anggapan tentang impor dan ekspor
Secara yuridis pengertian Impor terjadi sejak saat barang impor memasuki
Daerah Pabean. Sejak saat itu barang tersebut diperlakukan sebagai barang
impor dan terutang Bea Masuk, artinya kewajiban membayar Bea Masuk melekat
pada barang yang bersangkutan. Argumen ini menjadikan pasal 2 UU
Kepabeanan merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk
melakukan pengawasan.
Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari
Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang
ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang melintasi Daerah Pabean,
namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin
menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk
memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor barang, maka secara
yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut sudah dimuat di
sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. Yang dimaksud
dengan "sarana pengangkut" adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut,
atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. ‘Akan
dimuat’, mengandung pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat
diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean (ekspor), karena telah
diserahkannya Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat
saja barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di
tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang atau pabrik
eksportir yang bersangkutan.
Namun demikian dalam hal suatu party barang telah dimuat di sarana
pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan
barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan
suatu Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai barang
ekspor.
Untuk memperjelas pengertian Daerah Pabean , barang impor, barang
ekspor dan barang terutang Bea Masuk , perhatikan gambar berikut :

3) Pengenaan Bea Keluar
Untuk melindungi kepentingan nasional dan bukan untuk membebani daya
saing komoditi ekspor di pasar internasional , terhadap barang ekspor dapat
dikenakan Bea Keluar. Bea Keluar dikenakan dengan tujuan untuk :
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri ;
b. melindungi kelestarian sumber daya alam;
c. mengatisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor
tertentu di pasaran internasional; atau
d. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.
Ketentuan mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor
selanjutnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
zee

4) Pemeriksaan Pabean atas barang impor dan ekspor dan barang
tertentu.
Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
Pemberitahuan Pabean yang diajukan. Bentuk pemeriksaan pabean adalah
penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang . Pemeriksaan
pabean terhadap barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan fisik
barang dan penelitian dokumen hanya dilakukan dengan memeprtimbangkan
resiko yang melekat pada barang dan importir yang bersangkutan. Pada
dasarnya pemeriksaan pabean dilakukan dalam Daerah Pabean , namun dengan
mempertimbangkan kelancaran arus barang dan/atau pengamanan penerimaan
negara , Menteri Keuangan dapat menetapkan pelaksanaan pemeriksaan pabean
di luar Daerah Pabean oleh Pejabat bea dan Cukai atau pihak lain yang bertindak
untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya
untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia,
diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian,
pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus
diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya
hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya. Namun demikian untuk
memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean
yang diajukan, UU Kepabeanan memberikan kewenangan kepada Menteri untuk
dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik
atas barang ekspor.

5) Pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam Daerah Pabean.
Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam
Daerah Pabean , yaitu pengawasan pengangkutan dari satu tempat ke tempat
lain dalam Daerah Pabean melalaui laut. Pengawasan pengangkutan barang
tertentu ini bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan modus
antarpulau barang-barang strategis seperti hasil hutan, hasil tambang atau
barang yang mendapat subsidi , misalnya , pupuk , bahan bakar minyak dan

lain-lain. Penetapan suatu barang sebagai barang tertentu ditetapkan oleh
menteri yang membidangi perdagangan , dalam hal ini Menteri Perdagangan.
Ada kewajiban dari Menteri Perdagangan kepada Menteri Keuangan untuk
memberitahukan daftar barang yang ditetapkan sebagai barang tertentu kepada
Menteri Keuangan. Mengingat kondisi geografis Indonesia dengan
mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka pengawasan pabean tidak
dilakukan terhadap barang tertentu yang diangkut melalui darat atau udara .

6) Pemenuhan Kewajiban Pabean dan Pemberitahuan Pabean
Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat
lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan menggunakan
Pemberitahuan Pabean. Yang menjadi dasar pertimbangan adalah keadaan
geografis negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara
kepulauan, dimana tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di
sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau
yang dikeluarkan dari Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean
hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean. Penegasan bahwa pemenuhan
Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean maksudnya adalah kalau
kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk
sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang
ini.

Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban Pabean,
ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan Pabean yang penetapannya
dilakukan oleh Menteri Keuangan. Dengan demikian, pengawasan akan lebih
mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean seperti
penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea Masuk telah dibatasi
dengan penunjukan Kantor Pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan
perdagangan



7) Registrasi Kepabeanan
Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib
melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan
nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan. Perimbangannya adalah,
semakin berkembangnya penggunaan tehnologi informasi dalam kegiatan
kepabeanan, diperlukan adanya sarana untuk mengenali pengguna jasa
kepabeanan melalaui nomor identitas pribadi yang diberikan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian hanya orang yang memiliki nomor
identitas tersebut yang dapat mengakses atau berhubungan dengan sistem
tehnologi informasi kepabeanan. Perolehan nomor identitas tersebut dilakukan
dengan cara registrasi, misalnya registrasi importir, eksportir dan penggusaha
pengurusan jasa kepabeanan.
Dikecualikan dari kewajiban registrasi kepabeanan adalah orang yang
melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu misalnya barang penumpang,
barang diplomatik, atau barang kiriman melalui pos atau perusahaan jasa titipan.
2. Imigrasi (Immigration)
Tugas instansi Imigrasi adalah mengatur , mengawasi dan mengamankan kelengkapan dokumen perjalanan manusia. Bagi setiap warga Negara yang akan datang atau bepergian dari/ ke luar negeri melalui bandar udara/ pelabuhan pada saat proses pendaratan/ pemberangkatan wajib memenuhi persyaratan formalitas keimigrasian yang tidak boleh dilanggar yaitu dengan melaporkan kedatangan/ keberangkatan kepada petugas Imigrasi di bandara atau pelabuhan yang telah ditetapkan.
• Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
Sesuai Kepres.No.103 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No.18 Tahun 2003 bahwa Bebas Visa Kunjungan Singkat adalah kunjungan tanpa Visa yang diberikan sebagai pengecualian bagi orang asing warga Negara dari Negara-negara tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka:
a. Berlibur;
b. Kunjungan sosial budaya;
c. Kunjungan usaha dan;
d. Tugas pemerintahan.

Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVSK) ini diberikan semata-mata untuk kepentingan kunjungan berdasarkan asas manfaat, saling menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan.
Fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan kepada 11 negara, yaitu:
- Thailand
- Malaysia
- Singapore
- Brunei Darussalam
- Philipina
- Hongkong (SAR)
- Macao (SAR)
- Chile
- Maroko
- Peru
- Vietnam

Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan selama 30 (tiga puluh hari); Dalam hal terjadi Bencana Alam, Kecelakaan atau Sakit dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan Menteri.
• Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK)
Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang populer disebut Visa On Arrival (VOA) diberikan kepada orang asing warga Negara lain yang tidak mendapat Fasilitas BVKS
Biaya VKSK, yaitu:
a. US$ 10 per orang untuk 3 (tiga) hari.
b. US$ 25 per orang untuk 30 (tiga puluh) hari.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang berwenang memberi VKSK (VOA) di Bandar Udara Internasional di Indonesia :
a. Polonia - Medan
b. Sultan Syarif Karim - Pekanbaru
c. Tabing - Padang
e. Soekarno Hatta - Jakarta
f. Juanda - Surabaya
g. Ngurah Rai - Denpasar
h. Sam Ratulangi - Manado
i. Halim Perdana Kusuma - Jakarta
j. Adi Sucipto - Jogyakarta
k. Adi Sumarmo - Surakarta
l. Selaparang - Mataram
m. Sepinggan - Balikpapan
n. Hasanuddin - Makassar
o. El Tari - Kupang


3. Karantina (Quarantine)

Tugas Karantina yaitu untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan segala sesuatu yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta dampaknya terhadap lingkungan di suatu Negara bersangkutan, sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya penyakit menular yang dibawa oleh penumpang datang/ berangkat ke luar negeri maupun terhadap hewan ternak serta flora dan fauna yang dilindungi. Proses pemerikasaan Karantina di bandar udara dilaksanakan oleh petugas Karantina dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) suatu lembaga dibawah Departemen Kesehatan.

Analisis perbandingan mendasar antara Pelabuhan udara dan perbatasan darat.
Garis batas negara merupakan salah satu hal yang harus dihormati antar warga negara. Garis batas negara ini dapat merupakan perbatasan darat, laut, bahkan pelabuhan-pelabuhan darat dan udara.
Perbatasan inilah yang merupakan pintu masuk menuju sebuah negara.
Dalam hal ini perbedaan mendasar antara keduanya ialah:
Kondisi umum kawasan perbatasan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu
Pada perbatasan darat.
1. Aspek Sosial Ekonomi
Merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang) yang disebabkan antara lain oleh: lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).

2. Aspek Pertahanan Keamanan
Kawasan perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.

3. Aspek Politis
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun dimungkinkan adanya kecenderungan untuk bergeser ke soal politik, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun, selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa.

PadaPelabuhanUdara
1.Aspek sosial ekonomI  Pelabuhan udara merupakan tempat terbuka yang bisa dilalui seseorang untuk dapat masuk ke sebuah negara. Dengan demikian, tentu saja telah direncakan terlebih dahulu pembuatannya.
Hal ini mengacu kepada tersedianya fasilitas keamanan, komunikasi dan aksesbilitas yang tinggi.

2. Aspek  Pertahanan  dan  Keamanan    Bandara    merupakan    salah     satu   pintu     utama    untuk   masuk    ke   dalam   sebuah    negara.   Mengingat    hal   itu   maka,   sebuah   negara    telah     menyiapkan    segala  bentuk  pengamanan  untuk   menjaga   keamanan   negara   itu   sendiri  .     Dibandingkan   dengan    perbatasan     darat   di Indonesia   bandara   memiliki   banyak    peralatan canggih untuk dapat mencegah kriminalitas, contohnya: penyelundupan.


3.AspeK Politis Kehidupan  politis  dalam  perbatasan tidak mempengaruhi  persis     kehidupan politis  di  sebuah  negara.  Karena   sebenarnya,   pelabuhan   udara   di   Indonesia    tidak berbatasan langsung  Dengan wilayah negara tetangga.CONTOH KASUSPenyelundupan manusia melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara, juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para imigran gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia Tenggara, termasuk perairan Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya melibatkan beberapa negara dengan berbagai   kepentingan    yang   berbeda ,  terutama   keamanan  ,   kemanusiaan, ekonomi, dan politik. Kegiatan migrasi ilegal berskala besar kerap kali dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi ilegal memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan   negara    transiT    sehingga    sering    menimbulkan  persoalan  politik ,  sosial  ekonomi,   dan ketegangan  hubungan antarnegara. Disamping  migrasi  ilegal, kasus penyelundupan manusia,   seperti   penyelundupan   tenaga   kerja,  penyelundupan   bayi,   atau    wanita  ke   negara   lain melalui wilayah perairan juga marak akhir- akhir ini.
Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar  negara   yang   tidak   kalah   maraknya pada   dekade   terakhir   ini di   kawasan   Asia   Tenggara     adalah   penyelundupan senjata, amunisi,   dan   bahan   peledak.   Kegiatan   ilegal   tersebut   memiliki   aspek   politik,   ekonomi,   dan   keamanan   antar   negara  maupun  di  negara   tujuan.  Di  bidang   keamanan,   penyelundupan   senjata   menimbulkan masalah   yang   sangat   serius    karena    secara   langsung   akan   mengancam   stabilitas   keamanan negara   tujuan.   Perompakan   di  laut  dan  penyelundupan  yang  diuraikan  di atas  merupakan  tindakan ilegal  lintas negara yang   menimbulkan  kerugian  bagi   negara - negara di   kawasan   maupun   bagi   negara  -  negara   yang menggunakan  lintas   perairan.  Tindakan   ilegal   lintas   negara   itu   cukup   signifikan   dan   semakin   menguatirkan   negara  -  negara  di   kawasan.   Tindakan   ilegal   tersebut   diorganisasi  dengan  rapi,  sehingga   perlu   kerjasama   antar   negara   untuk  mengatasinya   keamanan
Persoalan   perbatasan   wilayah  darat  kembali   mencuat   setelah   kasus  lepasnya   Pulau   Sipadan   dan   Ligitan. Salah satu  argumen   yang  berkembang   mengaitkan   kasus   tersebut   dengan   stigma   pemerintah   terhadap   kawasan   perbatasan    sebagai   wilayah   yang   perlu  diawasi   karena   menjadi   tempat   persembunyian   para   pemborantak.  Hal  ini  mengusung   paradigma   yang   lebih   memandang    wilayah  perbatasan   dalam   perspektif  keamanan.  Sehingga  pendekatan   pembangunan   wilayah   perbatasan lebih berorientasi militeristik.
Paradigma   ini   tidak  sepenuhnya  keliru,  mengingat  potensi  keamanan di  wilayah tersebut sangat rentan tergerus konflik. Namun, memandang wilayah perbatasan hanya bersumber pada paradigma pertahanan dan keamanan, justru menimbulkan keengganan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Konflik tidak selalu bersumber dari lemahnya sistem pertahanan dan keamanan, tapi juga karena faktor kemisikinan, kebodohan dan ketertinggalan.

Ekonomi
Pada   akhir   2007   sejumlah   penduduk   yang   bermukim   di wilayah   perbatasan   Indonesia dengan  Malaysia di Kalimantan  direkrut menjadi  Tentara   Milisi   yang   disebut   “Askar   Wataniah” .  Kegiatan  tersebut  telah berlangsung lama  tanpa  sepengetahuan  pemerintah Indonesia.  Mereka   mendapat   tawaran   gaji  yang   cukup   besar   dalam   melakukan   peran  itu. Mereka   memilih  menjadi Tentara Milisi dengan pertimbangan ekonomi, meski harus menggadaikan identitas dan jati diri kebangsaan mereka sebagai warga negara Indonesia.
Lemahnya pengamanan di kawasan perbatasan darat membuat eskalasi pelanggaran semakin meningkat. Pelanggaran  tidak saja  menyulut   konflik,   namun   juga  mengadakan   kerja  sama ekonomi yang bersifat  ilegal. Selisih  harga  yang cukup tinggi   dengan harga   dalam   negeri   membuat  masyarakat  tertarik  untuk  bekerja  sama dengan pihak luar. Aktivitas ekonomi yang memanfaatkan  jalur perbatasan  didukung   oleh  masyarakat. Upaya  pencegahan  terkadang menyulut  konflik dengan  aparat  penegak  hukum  yang  berjumlah  lebih  sedikit. Situasi  itulah  yang terjadi dalam kasus illegal logging yang melibatkan oknum pengusaha kayu tertentu yang menjual kayu secara ilegal melalui perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia.

Sebagian  penduduk  perbatasan  memiliki  kedakatan hubungan  kekerabatan  dengan negara tetangga, seperti Malaysia. Hubungan  tidak  hanya  terjadi   pada  aspek  sosial  dan  budaya, tapi juga aspek ekonomi. Daerah  terpencil  yang memiliki akses yang cukup jauh dari pusat pemerintahan  membuat   penduduk  terisolasi. Akibatnya  mereka  hidup dalam  keadaan  miskin, bodoh dan tertinggal. Kehidupan mereka bergantung pada ekonomi negara  tetangga.
Politis. Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti kegiatan terorisme, pengambilan  sumber  daya   alam  oleh   warga   negara   lain,   dan   banyaknya   nelayan   Indonesia yang  ditangkap  oleh polisi  negara lain karena   nelayan   Indonesia   melewati   batas  wilayah   negara  lain akibat  tidak  jelasnya  batas   wilayah   negara.   Masalah  lain  adalah  ketidakjelasan siapa  yang  berwenang  dan  melakukan koordinasi  terhadap masalah - masalah  perbatasan antara Indonesia  dan  negara – negara  tetangga,  mulai   dari  masalah   konflik  di wilayah   perbatasan antara masyarakat perbatasan, siapa   yang   bertugas   mengawasi  wilayah   perbatasan  dan   pulau-pulau terluar, sampai kepada siapa yang berwenang mengadakan kerjasama dan perundingan dengan negara-negara tetangga,misalnya tentangpenentuan garis batas kedua negara.

Analisis Permasalahan yang Terjadi Semua permasalahan yang terjadi dapat dibendung dengan penindakan hukum yang tegas dengan dan kerjasama antar kedua belah negara yang perbatasannya saling bersiggungan

Karantina   adalah   tempat   pengasingan  dan  /  atau   tindakan   sebagai   upaya pencegahan   masuk  dan  tersebarnya  hama dan  penyakit  atau  organisme  pengganggu  dari  luar  negeri  dan  dari   suatu  area  ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah  negara  Republik  Indonesia.  Selain  itu karantina juga dapat diartikan sebagai pembatasan aktivitas yang  ditujukan terhadap  orang atau  binatang yang telah kontak  dengan orang/ binatang yang  menderita penyakit menular pada masa penularan (lihat Kontak). Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis tindakan karantina yaitu:

1. Karantina Absolut atau Karantina Lengkap ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkubsai terpajang penyakit menular tersebut. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan.

2. Karantina   yang  dimodifikasi  adalah  suatu  tindakan  selektif   berupa   pembatasan  gerak  bagi  mereka  yang  terpajan  dengan  penderita  penyakit menular . Biasanya pertimbangannya  adalah  perkiraan  terhadap  adanya   perbedaan  tingkat  kerentanan terhadap  bahaya  penularan.  Modifikasi  ini  dilakukan   untuk   menghadapi  situasi tertentu. Sebagai contoh misalnya melarang anak-anak tertentu masuk sekolah.
Pengecualian   terhadap   anak  -  anak  yang   sudah   dianggap   kebal   terhadap   tindakan-tindakan  tertentu   yang   ditujukan   kepada  anak  -  anak  yang  rentan. Pembatasan   yang   dilakukan   terhadap annggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer. Kegiatan karantina yang dimodifikasi meliputi:

- Surveilans Individu yaitu pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap individu yang diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala penyakit dapat segera diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka.

- Segregasi yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari induk kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat dilakukan pengamatan dengan baik, pemisahan anak-anak yang rentan dari anak-anak yang sudah kebal, pembuatan perbatasan penyangga yang sanitair untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari mereka yang sudah terinfeksi.

Sejarah Perkembangan Karantina
Karantina berasal dan kata ‘QUADRAGINTA (latin)” yang artinya : 40, Dulu semua penderita diisolasi selama 40 hari. Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia meninggal karena penyakit “Pes” (Black Death). Pada tahun 1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya KARANTINA dengan cara menolak masuknya kapal yang datang dan daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai terjangkit penyakit PES (PLAGUE).

Pada tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daeah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat diluar pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Itulah sejarah tindakan karantina dalam bentuk isolasi pertama kali dilakukan. Terhadap manusia.

Pada tahun 1383 di Marseille, Perancis, ditetapkan UU Karantina yang pertama dan didirikan Station Karantina yang pertama. Akan tetapi, peran dari tikus dan pinjal belum diketahui dalam penularan penyakit Pes pada waktu itu. Pada Kurun waktu 1830 – 1847,WABAH KOLERA melanda EROPA. Atas Inisiatif Ahli Kesehatan telah terlaksana DIPLOMASI PENYAKIT INFEKSI SECARA INTENSIF DAN KERJASAMA MULTILATERAL KESEHATAN MASYARAKAT MENGHASILKAN : INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE, PARIS 1851 dikenal sebagai ISR 1851.

1951 World Health Organization MENGADOPSI REGULASI YANG DIHASILKAN OLEH INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE.

PADA TH 1969 WHO MENGUBAH INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS (ISR) YANG DIHASILKAN OLEH INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE MENJADI : INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) dan dikenal sebagai IHR 1969.

TUJUAN IHR ADALAH UNTUK MENJAMIN KEAMANAN MAKSIMUM THDP PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI DENGAN MELAKUKAN TINDAKAN YANG SEKECIL MUNGKIN MEMPENGARUHI LALU LINTAS DUNIA
Sehubungan perkembangan Situasi dan Kondisi serta adanya Revisi INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS (ISR) antara lain Third Annotated edition (1966) of the INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS 1951, WHO juga melakukan revisi seperlunya terhadap IHR 1969 antara lain :

1. Pada tahun 1973 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1973

2. Pada tahun 1981 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1981

3. Pada tahun 1983 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai IHR 1969 third annotated edition 1983 (sejak saat ini Penyakit Karantina yang dulunya 6 (enam) Penyakit berobah menjadi 3 (tiga) Penyakit yaitu : Pes (Plague), Demam Kuning (Yellow Fever) serta Kolera UU Karantina Udara  memberlakukan 6 (enam)èdan UU Karantina Laut hingga saat ini tetap Penyakit yaitu:
a) PES (PLAGUE) (ICD-9: 020,ICD-10:A 20)
b) KOLERA(ICD - 9 : 001,ICD - 10:A 00)
c) DEMAM KUNING (YELLOW FEVER) (ICD-9:O6O,ICD-10:A 95)
d) CACAR (SMALLPOX) (ICD-9:050,ICD-10:B03)
e) TYPHUS BERCAK WABAHI - THYPHUS EXANTHEMATICUS INFECTIOSA (LOUSE BORNE TYPHUS)
f) DEMAM BOLAK-BALIK (LOUSE BORNE RELAPSING FEVER)

4. Pada tahun 2005 telah dilakukan Revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal sebagai IHR 2005
Revisi yang keempat ini diilhami oleh kejadian PANDEMI SARS & BIOTERRORISM pada tahun 2003.
- 1–12 NOVEMBER 2004 : INTERGOVERNMENTAL WORKING GROUP-1 : KERTAS KERJA PROPOSAL, World Health Organization merevisi International Health Regulation (IHR) 1969
- 24 JANUARI 2005 : INTERGOVERMENTAL WORKING GROUP - 2 ON THE REVISION OF IHR :
a) Menghasilkan IHR 2005 DENGAN MENGUSUNG ISSUE : PUBLIC HEALTH EMERGENCY OF INTERNATIONAL CONCERN (PHEIC)
(Public Health Emergency of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan yg Meresahkan Dunia)
PHEIC adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya

b) Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus sudah menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau mengajukan keberatan

c) Penolakan atau keberatan harus diajukan selambat-lambatnya 18 bulan dari saat diterima oleh WHA ke 58 (Mei 2005)

TUJUAN IHR 2005
IHR 2005 : mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu, Penyakit yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminology lain disebut NUBIKA (Nuklir, Biologi dan Kimia)

Catatan:
Semenjak WHO mengadopsi INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS 1951 menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) 1969 dan melakukan perobahan (revisi) sebanyak 5 (Lima) kali, undang-undang Nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut serta undang-undang nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara yang berlaku di Indonesia belum pernah menyesuaikan diri dengan perobahan-perohan tersebut walupun Indonesia adalah negara yang menerima sepenuhnya regulasi tentang INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR).
Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai Port Health Authority di Pelabuhan/ bandara di Indonesia
Periode HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan)
Pada tahun 1911 DI INDONESIA, Pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian 1916 Pes masuk melalui Pelabuhan Semarang dan selanjutnya tahun 1923 Pes masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Regulasi yang diberlakukan adalah Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911). Dalam perjalanan sejarahnya Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911) telah berulang kali dirubah. Penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) dibawah HAVEN MASTER (Syahbandar). Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang & Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Periode Pelabuhan Karantina.
Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Klas I : Tg. Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Klas II : Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Klas III : Cilacap. Inilah periode PERAN RESMI PEMERINTAH RI DALAM KESEHATAN PELABUHAN DIMULAI.
Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Pasal 4 dan 6 sub 3 undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan (UU nomor 9 tahun 1960, Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131), TERLAHIRLAH UNDANG-UNDANG NOMOR 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 TAHUN 1962 tentang Karantina Udara.

Periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara)
Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah.
Periode KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur menjadi KANTOR KESEHATAN PELABUHAN dan berada dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dengan eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78KKP terdiri atas :
a) 10 KKP Kelas A
b) 34 KKP Kelas B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar